Gardamahakam.id – Di tengah geliat pembangunan dan modernisasi yang kian terasa di Kota Samarinda, masih ada sisi kota yang menyimpan cerita pilu tentang layanan publik yang belum maksimal. Salah satunya terjadi di Kelurahan Karang Mumus, sebuah kawasan yang terletak di pusat ibu kota Provinsi Kalimantan Timur.
Meski berada di lokasi strategis, kantor kelurahan Karang Mumus hingga kini masih belum memiliki gedung permanen. Selama hampir lima dekade, pelayanan administrasi ribuan warga terpaksa dilakukan dari bangunan sewaan, berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Situasi ini mengemuka dalam kegiatan reses yang dilakukan oleh Adnan Faridhan, Anggota Komisi I DPRD Samarinda, pada Minggu (18/5/2025) di Jalan Muso Salim. Ia mengaku terkejut saat warga mengeluhkan kondisi kantor kelurahan yang terus berpindah-pindah tempat.
βIni berada di pusat kota, seharusnya sudah memiliki fasilitas permanen. Pelayanan dasar tidak seharusnya bersifat sementara,β ujar Adnan saat meninjau langsung kantor kelurahan.
Menurut Adnan, kondisi ini mencerminkan ketimpangan dalam arah pembangunan kota. Di saat proyek-proyek besar seperti terowongan dan taman kota terus digenjot, justru fasilitas pelayanan dasar bagi masyarakat justru terpinggirkan.
βKetika proyek besar bisa dibangun, mengapa kantor pelayanan publik yang vital ini justru terabaikan?β sindirnya.
Kesulitan pun dirasakan langsung saat Adnan bersama awak media mencoba menemukan kantor kelurahan yang tidak memiliki papan nama jelas. Bahkan warga sekitar pun banyak yang tidak mengetahui lokasi pastinya, meski jaraknya tak lebih dari 200 meter.
Fasilitas yang ada pun sangat minim. Area parkir yang sempit membuat warga harus memarkir kendaraan di bahu jalan. Ketua RT 07 Kelurahan Karang Mumus, Aspiani, menyampaikan bahwa warga, terutama para lansia, sering kali kebingungan saat kantor berpindah lokasi.
Senada dengan itu, Lurah Karang Mumus, Arbain Asyari, mengakui kondisi yang ada sangat tidak ideal. Ia menjelaskan bahwa keterbatasan lahan pemerintah di kawasan tersebut menjadi hambatan utama untuk membangun gedung permanen.
βKami sudah beberapa kali mengusulkan, tapi sebagian besar lahan di sini milik pribadi. Sementara aset Pemkot sangat terbatas,β terangnya.
Menanggapi kondisi itu, Adnan berkomitmen untuk memperjuangkan alokasi anggaran pembangunan kantor kelurahan permanen dalam APBD 2026. Ia menyebut kebutuhan dana tidak terlalu besar.
βSatu miliar sudah cukup untuk membangun kantor yang layak. Ini tentang memastikan negara hadir di tengah masyarakat,β tegasnya.
Adnan, politisi Partai Golkar, menyampaikan bahwa keberadaan kantor kelurahan bukan sekadar urusan bangunan fisik, tapi menyangkut simbol kehadiran negara dan akses warga terhadap pelayanan dasar.
Cerita dari Kelurahan Karang Mumus menjadi pengingat bahwa pembangunan kota harus menyentuh semua lapisan. Bukan hanya proyek prestisius, tetapi juga kebutuhan dasar yang langsung dirasakan masyarakat.