Komisi III DPRD Kota Samarinda menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) guna mengevaluasi dan mendorong penanganan bencana perkotaan, khususnya banjir dan longsor.
Ketua Komisi III, Deni Hakim Anwar, mengungkapkan bahwa pembahasan utama dalam forum tersebut adalah progres pengendalian banjir yang dikerjakan oleh Dinas PUPR melalui Bidang Sumber Daya Air (SDA).
βKami banyak menggali informasi terkait penanganan banjir, terutama bagaimana antisipasi saat curah hujan tinggi agar air bisa cepat dialirkan ke saluran drainase,β ujar Deni.
Namun, ia menilai bahwa infrastruktur drainase yang ada masih belum memadai untuk menampung intensitas hujan ekstrem, dengan estimasi debit air mencapai 100β135 milimeter per detik. Selain itu, Deni juga mengkritisi lemahnya pengawasan terhadap pembangunan perumahan baru yang tidak dilengkapi kolam retensi sesuai standar.
βMasih banyak pengembang yang belum membangun kolam retensi sebagaimana mestinya. Ini harus jadi perhatian serius,β tegasnya.
Lebih lanjut, Deni menyatakan bahwa pembukaan lahan secara masif tanpa pengawasan memperburuk kondisi hidrologi kota. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya kerja sama antara DPRD dan Pemkot dalam merumuskan kebijakan serta langkah teknis yang lebih terpadu.
βKami juga ingin mengetahui titik-titik prioritas yang akan ditangani, agar bisa kami dukung melalui pembahasan anggaran. Semua tentu berhubungan dengan ketersediaan dana. Harapannya, APBD dan PAD kita ke depan bisa meningkat,β tambahnya.
Dalam forum yang sama, Komisi III juga menyoroti insiden longsor yang terjadi di area inlet Terowongan Samarinda. Deni mengungkapkan bahwa pihaknya telah meminta penjelasan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) terkait peristiwa tersebut.
Berdasarkan informasi yang diterima, potensi longsor di area tersebut sebenarnya telah terdeteksi sejak awal tahun 2025 melalui alat pemantau milik kontraktor. Prediksi awal memperkirakan pergerakan tanah akan terjadi dalam waktu empat bulan, namun faktanya longsor sudah terjadi pada Februari akibat curah hujan yang sangat tinggi.
βKemiringan lereng di sisi inlet memang cukup rawan. Kami minta penanganan segera dan tuntas agar tidak memunculkan keresahan publik, apalagi meski terowongan belum dibuka, dampaknya sudah dirasakan,β katanya.
Deni menambahkan, pihak kontraktor telah melakukan empat tahap penguatan struktur di bagian dalam terowongan. Ia berharap ke depan dilakukan uji kelayakan yang komprehensif dan terbuka untuk menjamin keselamatan publik.
βKeselamatan harus menjadi prioritas utama. Penjelasan teknis yang kami terima hari ini penting agar tidak menimbulkan spekulasi publik,β pungkasnya.