Gardamahakam.id – Perubahan kebijakan dalam distribusi barang kebutuhan pokok sering kali menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Ketika aturan baru diterapkan tanpa sosialisasi yang memadai, kebingungan di kalangan warga menjadi hal yang tak terhindarkan. Salah satu kebijakan yang tengah menuai perhatian adalah larangan penjualan gas elpiji 3 kilogram (kg) melalui pengecer yang mulai berlaku per 1 Februari 2025.
Langkah ini diambil pemerintah dengan alasan memperbaiki tata kelola distribusi, tetapi di sisi lain, kebijakan ini menimbulkan berbagai reaksi, terutama dari masyarakat yang selama ini bergantung pada pengecer untuk mendapatkan gas melon.
βJadi, pengecer kita jadikan pangkalan. Mereka harus mendaftarkan nomor induk perusahaan terlebih dulu,β ujar Yuliot di Jakarta, Jumat.
Namun, kebijakan ini dinilai terlalu terburu-buru oleh Anggota Komisi II DPRD Kota Samarinda Sani Bin Husain.
Ia menilai pemerintah pusat kurang mempertimbangkan kesiapan daerah dan fakta di lapangan sebelum menerapkannya.
βKebijakan ini perlu mempertimbangkan garis koordinasi dengan pemerintah daerah. Seharusnya ada komunikasi yang jelas dengan provinsi atau kota/kabupaten agar masyarakat tidak kebingungan,β ujar Sani.
Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya menimbulkan kebingungan, tetapi juga memperburuk kesulitan masyarakat dalam mendapatkan gas melon. Ia mengingatkan bahwa sebelumnya warga juga sudah kerepotan dengan aturan pembelian menggunakan KTP.
Pemerintah beralasan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memperbaiki tata kelola distribusi, mencegah penimbunan, dan mendorong pengecer naik kelas menjadi distributor resmi. Namun, Sani menilai akar masalahnya adalah lemahnya pengawasan pemerintah dalam distribusi gas melon.
βJangan sampai kebijakan ini justru menambah masalah baru. Pemerintah harus memastikan distribusi benar-benar merata, bukan sekadar mengganti sistem penjualan,β tegasnya.
Kebijakan ini masih dalam tahap awal penerapan, dan efektivitasnya akan sangat bergantung pada kesiapan pemerintah dalam mengawasi jalannya distribusi di lapangan.